Kamis, 22 November 2012

Mengapa Saya Tak Menyerah




Mungkiiin, dengan pencapaian sejauh ini, banyak orang akan bilang saya bodoh karena bertahan di Oriflame.  Sudah 18 bulan dan Senior Manajer (SM) pun belum. Lihat tuh pencapaian-pencapaian keren di Oriflame : Mbak Astri yang sudah Diamond dan dapat CRV, Mbak  Yulia Riani yang SM dalam tujuh minggu, Mbak Vita Yuliana yang SM dalam tiga bulan, Mbak Katrin yang SM dalam lima bulan…dan masih panjaaaang daftar pencapaian keren di Oriflame. Pencapaian orang lain…

Lah elu??

Dan ngapain juga masih bertahan? Kayaknya emang sudah kena cuci otak deh. Ehem..  banyak alasan saya untuk tetap bertahan di sini.

Pertama, saya percaya pada sistem bisnisnya. MLM…dan kamu percayaaa? Ya. Oke deh, saya nggak ngerti itung-itungan rumit perusahaan dalam menetapkan besaran bonus, harga produk dsb, yang mana itu sudah pasti rahasia perusahaan.  Tapi saya yakin mereka fair. Mengapa yakin, karena customer saya di sini rata-rata percaya pada produk Oriflame. Mereka juga menganggap harga Oriflame sepadan lah dengan barangnya. Dan customer saya itu justru sudah lebih dulu kenal Oriflame daripada saya loh. Mereka kadang cerita, duluuu cocok banget pake produk ini-itu… yang mana sekarang sudah nggak keluar lagi atau kemasan (dan harganya) sudah ganti hihihi.

Ada anggapan kalau harga produk MLM itu sering nggak sesuai sama harganya. Ya mungkin saja..kan banyak tuh produk MLM. Saya juga jadi berpikir begini soal Oriflame gara-gara para customer kok. Secara, tahun 2010, ketika pertama kali tahu katalog Oriflame dari tetangga, saya juga mikirnya, ajibb mihil-mihil amat harganya.  Lha sehari-hari pake produk Un*l*ver atau P*G. Jelas jauh banget  kan selisih harganya. Saat  itu saya  nggak ngerti kalau Oriflame itu MLM.  Lebih tepatnya lagi : nggak pengin ngerti. MLM…nggak kuku bangeeet deh. Walaupun belum pernah jadi korban MLM, tapi saya sama sekali nggak tertarik.

Ada juga anggapan kalau di MLM itu, yang gabung duluan pasti kaya duluan (karena ngisep yang gabung selanjutnya). Makanya ada yang bilang ini bisnis vampire. Ihirrrr… buktinya,  di Oriflame enggak tuh. Beberapa kali ngalami, bonus downline lebih besar daripada bonus saya. Dan soal waktu, saya nih beberapa bulan gabung lebih dulu dibandingkan Mbak Yulia Riani. Tapi sekarang Mbak Yulia sudah delapan digit sementara saya baru dua bulan ngrasain bonus 6 digit. Ya, kami memang beda jaringan sih.. Kalau yang sejaringan nih : kemarin-kemarin bonus saya juga lebih gede dibandingkan eyang upline saya Mbak Vita.

Sekedar membandingkan dengan pengalaman jualan cloth diaper. Saya rasa pada dasarnya Oriflame ini sama saja dengan pemasaran biasa. Di mana ketika seorang retailer bisa memiliki reseller, artinya dia “naik level” menjadi sub agen. Ketika reseller-nya punya reseller, si sub agen “naik level” jadi agen. Begitu seterusnya. Seorang agen yang punya sekian banyak sub-agen (otomatis sekian buanyak retailer), wajar dong kalo pendapatannya gede.

Alasan kedua untuk bertahan adalah PENASARAN. Iyak, penasaran banget sama ini bisnis. Mengapa banyak orang yang bisa berhasil. Sementara saya beluuum? (Saya lebih suka pakai “belum” daripada “tidak” karena tetap yakin suatu saat akan “sudah”).  Padahal sistem plannya sama, resep dBC-nya juga sama..

So, saya berpikir, pasti ada something wrong di saya nih..

Iya, memang “beauty” bukan passion saya. Yak, ini mungkin bisa jadi salah satu alasan. Tapi alasan itu bisa gugur kalau melihat banyak temen-temen di Oriflame yang tadinya juga sama sekali nggak bisa dandan. 

“Nggak bisa” sama “nggak suka”, beda kali Dhaaa… Nggak bisa tapi punya passion akan lebih mudah daripada nggak suka dan nggak punya passion.

Yikyuk..saya juga setuju itu. Makanya, saya sadar banget soal ini. Tapiiii, sejak memutuskan menjadi “ibu rumah tangga”, saya jadi tidak takut menentang passion.

Yiaaa, jadi IRT itu bukan impian saya, bukan passion saya. Tapi dengan segala pertimbangan, saya memutuskan untuk menjadi “perempuan rumahan.” Saya yakin, saya akan bisa. Dulu tuh, saya terpengaruh banget sama cerpen-cerpen almarhumah Rat na Indraswari Ibrahim. Di mana banyak cerpennya bercerita tentang perempuan-perempuan rumahan yang nggak puas dengan status dan hidupnya. Well, saya menantang itu dengan segala kesulitannya.

So far, 3,5 tahun sejak resign, saya belum pernah pengin lagi kerja formal. Iya, memang sesekali kangen situasi kerja dulu, juga kangen gajinya xixixix (matreee)… tapi bukan berarti saya ingin balik.

Mungkin juga karena dulu saya terbiasa mencapai target-target saya tanpa harus payah berjuang :

  • Langganan rangking 1 dari SD – SMK. Pernah sih rangkin dua, tapi itu hanya sesekali. Paling jeblok rangking tiga. Padahaaal, rasanya saya juga nggak cerdas-cerdas amat. Belajar juga nggak rajin-rajin amat.  Makanya, menurut analisa saya sekarang, dulu tuh kebetulan aja temen-temennya nggak lebih pinter (dulu juga belum tahu soal “kecerdasan majemuk”. Temen-temen “yang nggak lebih pinter” itu pastinya juga punya kepinteran istimewa di hal-hal lain). 
  • Lolos UMPTN. Walaupun pilihan ketiga dan bukan jurusan/universitas favorit, tapi buat saya yang lulusan SMK (sehingga nggak pasang target muluk), lolos UMPTN saat itu rasanya sudah WOW banget. Dan itu tercapai tanpa ikut bimbingan belajar segala macem. Cuma punya 1 buku latihan soal IPS, 1 buku latihan soal IPC, dan buku-buku catatan pelajaran anak SMK yang sudah pasti lebih dikit materinya dibandingkan anak SMU.
  • Pernah juara di lomba pelajar teladan yang waktu lombanya Senin – Rabu, semantara malem minggunya saya malah naik gunung. Jadinya ikut lomba sambil kaki pincang-pincang kecapekan :D. 
  • Hanya dua bulan setelah wisuda langsung lolos tes di kerjaan dan perusahaan impian. Dan  sampai ketrima kerja, saya baru mengirim lima buah aplikasi. Iyaaa..banyak kok yang belum lulus sudah ditawari kerjaan di perusahaan bergengsi. Tapi kalau dibandingkan dengan mereka-mereka yang ngangggur lamaaa padahal sudah ngelamar kemana-mana, betapa saya waktu itu mudah banget.


Itu beberapa contoh saja..Intinya, banyak target-target di hidup saya yang saya capai dengan mudah. Tanpa perlu kerja keras atau ngotot tingkat dewa. Makanya, begitu resign dan coba kerja di rumah, baru deeeh kerasa butuh kerja keras itu.

Terbiasa cepat/mudah berhasil membuat saya mellow karena di sini saya lama/nggak mudah berhasil. Tapi saya justru bersyukur. Karena dengan beginilah saya bener-bener diuji. Saya juga jadi banyak belajar.

Laut yang tenang memang menyenangkan. Tapi laut berombak, itulah yang banyak memberi pelajaran. Melalui bisnis Oriflame, saya memang ingin menuntaskan impian saya. Lebih dari itu saya ingin menguji kemampuan saya.

Go Ahead!

Lisdha
HP 087892030743
  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar