Jumat, 30 November 2012

Home Sharing Pertamaku (2)



Lanjutan dari TULISAN INI  yaaa...

Setelah ketok palu untuk bikin acara hari Kamis, sejak Rabu aku sudah persiapan. Maklum, bisa dibilang single fighter beneran. BJ lagi di Medan, jadi mulai dari persiapan undangan, ruangan, snack, minuman, dll ya sendirian. Ale bantu kasih semangat aja hehehe. Rabu pagi-pagi aku bikin undangannya, bikin pake word (lha wong belum bisa program lainnya xxixixi). Menjelang siang kukasih undangannya ke ibu-ibu yang lagi nunggu anak-anaknya. Sore mastikan ke tukang salon plus pesen  gorengan (soal snack nyerah kalo suruh bikin sendiri :D). Malemnya, nyiapin ruangan…geser sofa, gelar karpet, nyiapin make-up. Kamis pagi, bangun gasik, nyiapin display produk lalu masak, nyapu, mandiin Ale, kasih makan Ale, de-el-el segala urusan domestik. Saat persiapan ini, Ale baiiik, nggak neko-neko … kiss sayang ya Nak. Bahkan pagi itu, ada anak tetangga main dan ikut sarapan+mandi bareng Ale. Tapi semua lancar.

Jam 09.30, aku dan Ale sudah rapi jali. Sampai jam 10 thet, belum ada yang datang. Yeaiii, jam Endonesa gituu.. pabriknya kan deket goodyear, jadi suka ngaret wkwkkwwk. Tapi nggak molor terlalu lama, satu per satu pada masuk rumah. Eda (panggilan untuk perempuan dewasa di Batak) Desi datang paling awal. Berhubung acara belum dimulai, Eda Desi malah semangat coba-coba make up duluan. Eda Desi nyobain pake Very Me eyeliner (cair) dan hasilnya : belepotan dan pas dibersihkan pakai kapas, mata jadi cemong hitam seperti bajak laut ixixixix (sayang enggak kuphoto).

Oke, acara segera dimulai. Aku awali dengan presentasi singkat tentang Oriflame. Bla bli blu… weleh, presentasiku masih kacaaau. Rasaku nggak menarik blas, nggak pakai ice breaking segala. Ya pie, belum pede. Wis lah ga papa- learning by doing toh.. Dan langsung masuk acara demo make-upnya. Eda Oliv bersedia jadi model. Dimulai dengan membentuk alis, pembersih, toner, cream, alas bedak, bedak, lalu rias mata, terakhir bibir.

Usai dirias, Eda Oliv langsung centil foto-foto sendiri. Coba pas ada undangan pesta ya.. Tinggal lengkapi  tata rambut, trus ganti baju deh. Setelah Eda Oliv, harusnya sudah (jatah modelnya satu aja). Tapi masih ada emak-emak lain yang antusias cob arias-rias sendiri. Eda Yo dan Eda Eka kegirangan bisa coba pake make up lengkap gratis hihihi….pissss ah. Beberapa ibu-ibu minta dibentuk alis-nya sama Kak Emi.

Eh ya, cerita lucu Eda Desi ternyata tak berhenti di mata yang cemong hitam kayak bajak laut. Ketika Eda Yo dan Eda Eka coba-coba pake make up Marcel palett-ku, baru ketahuan kalau tadi Eda Desi pakai lipstick yang di palette untuk rias mata/eye shadow. Oalaaah… hihihihi.

Harusnya aku juga ikut belajar.. tapi malah nggak bisa karena sesekali  ada yang tanya-tanya tentang Oriflame. Novi yang dateng bawain katalog Desember pun nggak kutemui dengan selayaknya (maaf ya Nov… belibet hehehe).

Tapi yang lebih heboh di acara ini justru Ale and the gank. Namanya acara ibu-ibu, sebagian bawa anak-anak dong. Selama acara, mereka main-main di mana aja, termasuk di kamar dekat ruang tamu.  Minta minum, minta makanan, Ale minta difoto-foto, juga maksa pegang-pegang kamera.  Jadi nggak bisa maksimal foto-foto acara.  Belum lagi anak-anak rebutan mainan. Jadilah mereka berantem sampai salah satu atau keduanya nangis. Dooooh  Nak, kan sudah dipeseni Ayah, harus bantu menciptakan situasi kondusif saat Bunda home sharing…. Tapi namanya anak-anak yaaaaaaa…. Selesai acara, kondisi rumah saingan sama Titanic yang sudah mau karam (hehehhe lebayyyy mode on). Tapi ada kok yang mau bantuin beres-beres.

Begitulah salah satu kerempongan untuk ngejar kursi senior manager inih hihihi. Semestinya ada Eda Yo, satu-satunya downline di sini bisa bantu-bantu. Tapi pas pula dia ada tamu jauuuh, papa angkatnya dari Belanda. Ya aku lebih dari maklum. Taka pa aku single fighter ngrangkep tugas sie acara, sie konsumsi, sie akomodadi, dan sie dokumentasi hihihi.

Memang masih buanyak kekurangan, terutama bagian presentasinya. Tapi aku bersyukur acara bisa berjalan lancar. Senang lihat antusiasme ibu-ibu. Kalau ada yang “diem saja” ya aku lebih dari maklum mengingat kelakuanku dulu saat diundang home sharing (yang aku ceritakan di tulisan pertama). Mungkin ada juga kan di antara peserta yang sekedar datang sambil merasa "acara ini nggak gue bangeeet deh" hehehe. Setidaknya ada yang secara eksplisit mengatakan acara seperti ini memang bermanfaat. Nggak hanya sosialita yang butuh kumpul-kumpul bersosialisasi, ibu-ibu kampung kayak aku juga butuh sosialisasi toh… sama-sama mahluk sosial jeu.

Pengalaman ini sangat berharga.  Setidaknya, aku nggak kapok, bahkan lebih pede untuk ngadain home sharing lagi. Mudah-mudahan, keluarga manfaatku juga jadi beraniiii dan manteeep untuk menyusul bikin acara serupa. Nggak susah kok..

GO SM!!

-------------------------------------------
Lisdha
HP/WhatsApp : 087892030743
www.onlineproduktif.tk  
Add my facebook : Lis "Lisdha" Dhaniati / forlisdha@yahoo.com 

Kamis, 29 November 2012

Home Sharing Pertamaku (1)



Tahun 2009, waktu masih tinggal di Kabanjahe, aku diundang tetangga untuk ikut acara di rumahnya. Bukan acara hajat, tapi promo produk (sebut saja lah ya) Tupperware. Nama acaranya “home party”. Saat itu, beberapa member Tupperware datang  ke non-member yang memperolehkan rumahnya jadi tempat party (baca : promosi). Si empunya rumah mengundang tetangga kanan-kiri untuk datang. Terhitung salah satu tetangga dekat, aku diundang.

Saat itu aku masih baruuu saja ganti status dari perempuan karir ke ibu rumah tangga. Juga belum lama tinggal di Kabanjahe. Segalanya masih serba adaptasi. Jadi, baiklah kuputuskan datang. Itung-itung sosialisasi sebagai warga baru di perumahan Sarinembah. 

Dan di situlah aku. Untuk pertama kalinya di acara ibu-ibu, di acara promosi produk rumah tangga.

Jadi dalam hati saat itu aku berseru-seru : Oh tyidaaaaxxx!!! (dalam hati doang, ga berani di mulut, takut ditimpuk yang punya rumah kekekeke). Pinjem bahasa Jakerda : nggak gue bangeeet dah. Oke oke oke, dulu juga sering sih dateng ke acara-acara yang "enggak gue banget". Tapi posisiku bukan peserta, bukan terlibat.. aku hanya "orang luar" yang datang/diundang atas nama pekerjaan. Ya maklum, meski sudah termasuk golongan ibu-ibu rumah tangga, tapi hati belum full di situ xixixixi.

Perasaan “nggak gue banget” juga masih kuat ketika diundang ke acara promosi “blender ajaib” di rumah salah satu tetangga.  Blender ajaib mah istilahku aja karena aku lupa nama produknya. Itu lho blender serbaguna yang harganya juga ajaib hihihi. Memang yaa.. ibu-ibu adalah pasar empuk aneka macam produk, termasuk produk kosmetik (Apalagi produk ini… produk mbak-mbak/ibuk-ibuk banget kan… *pertanyaan retoris :D)

Nyatanya, aku juga terdampar di acara promo salah satu produk kecantikan yang juga digelar di salah satu rumah tetanggga.  (Baru sekarang deh mikir, perumahan Sarinembah kayaknya emang “seksi” banget buat ajang promo). Waktu itu aku lagi buncit tua. Sebenere males, tapi demi asas rukun tetangga, jadilah aku datang. Sengaja datang telat, plus maksa duduk di pojok belakang. Alih-alih ndengerin bla-bli-blu si presentator, aku pilih ngobrol atau sekedar lihat-lihat katalog di mana nggak ada satu produk pun yang bikin aku pengin beli. Melengkapi datang telat, aku pulang duluan.

Eh gue gitu lho…nggak hobi dandan, meyakini mitos kecantikan, dan menganggap belanja kosmetik ada kesia-siaan. Jadih, lebih serius dari alasan “nggak gue banget” di home party Tupperware. Di acara ini “nggak gue banget”-nya menyangkut ideologi. Kalaupun saat kuliah juga pernah jd retailer salah satu produk kecantikan, … kuanggap itu sebagai cacat sejarah. (Welleh-welleh pangkat lima belas deh)

Oh ya, merk produk kecantikan yang dipromosikan di acara itu adalah …. Treng treng treng… ORIFLAME!

Tapi, apa sih yang tidak berubah di dunia ini selain perubahan itu sendiri? (Wuih, contek filsuf mode on). Tahun berganti. Medio 2011, gara-gara tawaran teman yang datang tepat saat aku lagi pengen ngerti “bisnis online”, aku justru jadi member Oriflame di grup dBC Network. Waktu itu tertarik coba ya karena iming-iming "online marketingnya".  Apapun alasannya, ini mungkin bisa pake pepatah lama "menjilat ludah sendiri". (Hiiiih, jijai).

Dan seperti yang aku tulis di “Gengsi Segede Gaban”, nggak hanya gabung terus muntaber (mundur tanpa berita), aku justru malah go on dengan bisnis ini. Mungkin memang benar pepatah “tak kenal maka tak sayang.” Dulu aku nggak kenal, nggak mau kenal, tapi akhirnya ada hal-hal yang membuatku mau kenal, dan bahkan mau terlibat lebih dalam.

Masih serasa percaya nggak percaya, hari ini aku membuat “home sharing” di rumah kontrakanku. Promo produk Oriflame plus demo dandan. Tapi berhubung aku sebagai empunya acara, jadi bukan aku deh yang didandani .. padahal ngarep xixixixi. Seperti cakram film di-rewind, aku ingetttt bagaimana dulu aku sekedar datang karena males. Sesuatu yang membuatku “legowo” apapun yang akan terjadi pada acara perdana ini.



Sebenarnya sedari lama sudah dikomporing eyang Astriani untuk bikin home sharing. Tapi waktu itu banyak alesan : nggak bisa, belum pernah, nggak bisa ndandanin dll… Apapun itu adalah ALASAN! (Sekarang sih makin  yakin : kalau bener-bener niat, pasti ada jalan kok).


Gara-gara merasa memang sama sekaliiiik nggak punya kemampuan make – up (bisanya pulas-pulas lipstick doaang. Itupun kalo diminta saran sama customer  “warna lipstick apa yang cocok buat bibir/warna kulitku?”  GUBRAK, gak bisa jawab! Apalagi pulas-pulas eye shadow, blush on… Ini memang beauty consultant yang jauh dari status kredibel :D.

Tapi baiklah, aku sudah niat nggak akan setengah-setengah lagi. Wong kerjaan keren begini jeuuu. Kalo lihat video-video meeting Oriflame itu, keren kali loh. Walau bukan keren meeting  yang paling bikin aku bertahan di bisnis ini. Tapi keren manfaatnya itu lhoooo… Sebagian sudah kurasakan.

Dengan niat nggak akan setengah-setengah,  aku jadi ingin belajar ilmu make – up. Ya walaupun ilmu dasar dulu.. masak pake blush on aja nggak bener :D. Sempat mikir untuk kursus singkat.  Tapi belum-belum aku sudah ciut. Waktunya itu lho… Ale mau dititipin siapa. Kalau diajak jelas nggak bisa. Ngapain enggak belajar sama ibu-ibu sekitar saja, toh mereka selama ini konsumen setia. Malah lebih bermanfaat.

Mbak Astri kirim file “cara bikin home sharing” dalam bentuk zip. Tapi entah kenapa, berkali-kali kucoba di lapiku tetap ga bisa. (ya begene nih kalo ibuk-ibuk gaptek :D). Sampai-sampai Mbak Astri tag aku artikel sejenis yang ternyata sudah ada di facebook.

Oke, tanggal direncanakan pertengahan bulan. Karena saat Mbak Astri juga sudah bersedia untuk datang kalau temen-temen di Solo mau bikin home sharing.  Dan mbak Astri kasih tanggal 24/25 November. Jadi, aku rencanakan bikin home sharing duluan. Maksudnya siiih, sebagai leader ya mesti Ing Ngarso Sung Tulodho gitu.. Tapi rencana tinggal rencana, sepulang Leader Meeting dari Jakarta, beliau sakit. Jadi pendinglah acara di Solo.

Aku juga jadi re-schedul. Apalagi saat itu nggak segera dapet tukang salon. Jadi, akhir bulan saja-lah, sekalian nunggu katalog bulan Desember yang sudah kupesan ke mbak Tresna, koodinator dBCN Medan. Tapi ternyata, sampai awal minggu ini, katalog belum juga dikirim. Mungkin mbak Tresna sibuk karena ketika kutanya jawabnya “sabar ya..”. Ya namanya orang nitip, masa mau ngedumel. Kualat ntar..

Tapi aku nggak mau nunggu sampai bulan depan. Karena Desember, orang sini pasti sudah sibuk Natalan. Aku sempat usaha pinjem katalog ke stokist Oriflame di Siantar. Hasilnya : ditolak, dengan alasan:  beda jaringan.  Aku makluuuum banget kok, kuusir godaan rasa gondok. Tapi hal itu bikin aku bertekad, nggak akan segan-segan bantu crossline (kalau ada yang butuh bantuan – dan aku bisa bantu). Beda jaringan, toh sama-sama Oriflame.

Walaupun nggak ada katalog Desember, the show must go on.  Masalah katalog selesai, eh ganti bingung  nentuin waktunya. Mau sore khawatir hujan. Lagian target peserta kebanyakan IRT juga, plus sebagian mereka adalah ibu-ibu yang suka jemput anaknya pulang sekolah (depan rumah kami ada SMP dan SD Katolik). Jadi kuputuskan jam 10 saja. Tukang salon (Kak Emi) tadinya minta jam 13.30, tapi akhirnya oke Kamis (29/11) jam 10 WIB. Saat itu aku juga kontak-kontakan dengan Novi, dBC-ers baru yang tahu nomor HPku dari forum web dBC. Dia bisa kalau Kamis jam segitu.
 
Tsssah…  aku bisa sampai sejauh ini. Buat orang lain mungkin bukan apa-apa. Tapi buatku ini pembuktian bahwa aku bertanggung jawab dengan pilihanku, bersedia mencoba hal-hal baru –yang kontras sekalipun, dan tidak setengah-setengah lagi menjalani pekerjaanku. Cerita tentang situasi home sharing-nya ada di PART DUA yaaa..

GO SM!!! 

----------------------
Lisdha
www.onlineproduktif.tk
Telp/sms/whatsapp : 087892030743
Facebook : Lis "Lisdha" Dhaniati / forlisdha@yahoo.com

Rabu, 28 November 2012

Dongeng Youtube

gambar pinjem dari SINI



Ada satu peristiwa yang jadi salah satu pendorongku untuk resign dan menjadi ibu rumah tangga. Ya maklum, waktu itu kerjaanku nggak nine to five, yang kalaupun ada kejadian pulang malam pasti bukan rutinitas. Kerja pencari dan penulis berita, berangkatnya sih tergantung ada liputan jam berapa. Bisa gasiiik, bisa juga menjelang siang. Pokoknya urusan berangkat fleksibel. Nggak macam pekerja yang mesti masukin kartu absensi ketika masuk jam kerja. Tapi pulangnya nih yang nggak kuku. Sudah pasti malam hari. Karena mesti nulis dan lebih disukai editor kalau  nunggu sampai berita selesai diedit. 

Apalagi waktu di desk olahraga. Pertandingan biasanya baru kelar menjelang petang, atau bahkan ada pertandingan malam. Jadi pulang malam-malam itu memang sudah keseharian. Memang kadang bisa juga sih selesai gasik. Tapi gara-gara biasa pulang malem, jadi malah aneh kalau jam delapan malam sudah di kost-an. Apalagi waktu itu masih lajang. Kalau kerjaan selesai gasik, pasti pilih kabur nongkrong atau nonton. Bandung gitu… nggak pernah kehabisan destinasi hang out.

Suatu waktu, posisi salah satu wakil redaksi dipegang oleh senior perempuan. Demi privasi kusebut saja Mbak E yang sebelumnya bertugas dan tinggal dengan keluarganya di Jakarta. Mbak E sudah punya tiga anak cewek yang cantik-cantik. Waktu itu yang bungsu belum SD.  Sehubungan dengan promosi jabatan di Bandung,  keluarga Mbak E jadi tinggal terpisah. Jakarta – Bandung, memang nggak terlalu jauh sih. Mungkin itu juga salah satu pertimbangan Mbak E bersedia ditugaskan di Bandung. Yang aku tahu, kalau sudah hari Jumat, Mbak E pasti cepat-cepat membereskan pekerjaannya supaya bisa segera balik Jakarta. Atau kalau anak-anak lagi libur sekolah, mereka yang ke Bandung mengunjungi sang bunda.

Suatu kali anak-anak berkunjung sekalian liburan ke Bandung. Alih-alih pulang duluan ke rumah tinggal (atau hotel?), mereka pilih menunggu sang bunda selesai kerja. Hari sudah malam dan si kecil sudah mengantuk. Di kantor sebenarnya ada kamar yang cukup bersih. Biasa digunakan para karyawan kalau menginap di kantor. Tapi  letak kamar berjarak dengan meja sang bunda. Nggak terlalu jauh memang..masih satu lantai. Tapi namanya anak-anak. Mungkin pengennya dekeeeet sang bunda. Jadilah si kecil pilih tiduran di kolong meja bunda dengan dialasi kasur lipat.

Eh, saat itu aku bahkan belum memutuskan akan menikah atau tidak. Tapi entahlah, melihat itu aku berpikir : kalau nanti punya anak, aku nggak pengin kayak gitu. Aku mau kalau sore sudah di rumah. Jadi bisa membantunya bikin PR atau mendongeng untuknya sebelum tidur. Secara dengan kerjaan saat itu, hal-hal seperti itu mungkin akan menjadi kesempatan yang langka. Atau kalaupun bisa mungkin dengan salah satu pengorbanan, kerja kurang optimal mungkin.

Padahal,  situasi seperti itu nggak tragis-tragis amat kan? Banyak ibu-anak yang terpisah jauh-dan-lama karena situasi dan kondisi. Ada teman lamaku yang sudah bertahun-tahun tak keruan kabarnya di Malaysia. Anak semata wayangnya diasuh si suami. Entah bagaimana kabar terakhirnya, mungkin si suami sudah menikah lagi –karena memang sudah diizinkan oleh keluarga si perempuan.

Tapi entah, melihat situasi yang nggak tragis saja, di otakku melintas pikiran demikian.  Aku mau kalau sore sudah di rumah. Jadi bisa membantunya bikin PR atau mendongeng untuknya sebelum tidur. Ini memang pilihan yaaaa… aku nggak pernah mengatakan bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan paling tepat-baik-dan-mulia bagi perempuan.
Aku menikah dan kepengin hamil (iyai, bahkan saat menikah pun, aku belum terobsesi hamil).  Hampir setahun menjalani long distance marriage membuatku memilih untuk resign. Tinggal bareng suami, Puji Tuhan tak lama kemudian aku hamil.

Ketika bocah laki-lakiku masih keciiiil bahkan ketika masih di perut, aku suka bercerita padanya. Cerita dongeng, maupun cerita remeh temeh keseharian. Katanya, itu mendekatkan hubungan ibu dan anak. Juga melatih komunikasi si anak. Waktu itu dia masih keciiil, responnya paling hanya ah-uh-ah-uh, walau mungkin otaknya seperti spon yang sedang menyerap air.

Kini manusia kecilku, Ale, sudah 2,5 tahun. Sudah suka nonton televisi atau DVD. Sudah bisa pilih mau nonton apa saat ini. Teletubies dan Cars sejauh ini masih jadi favoritnya.
Yang menggelitik perutku : kalau menjelang tidur, anakku lebih suka nonton youtube daripada dongeng ibunya. Beuuuuh, ironis sekali kan dengan latar belakang di atas?  Kalaupun mau membaca buku atau mendengar dongeng, pasti nanti harus ditutup dengan youtube. Memang gampang juga sih akses youtube. Bahkan Nokia E63-ku yang sudah tergolong HP-ula (usia lanjut) pun sudah bisa beryutubria. Saat-saat ini, "dongeng" wajib Ale sebelum tidur adalah video "liu-liu" >> istilah Ale untuk mobil dengan sirine, baik itu mobil patroli, ambulan, maupun pemadam kebakaran.

Mungkin aku yang kurang pandai mendongeng? Atau memang kemajuan zaman, anak-anak pun lebih suka “didongengi” oleh youtube. Jadi memang harus bersiasat, melihat yutub sambil nyerocos njelasin gambar sampai dia tertidur.

Berbahagialah ibu-ibu, baik ibu bekerja maupun ibu rumah tangga, yang dongengnya masih menjadi favorit anak-anak.

------------------------------------------------------------------------------
bunda lagi dilema keluarga dengan kerja?
kerja di rumah yuk
klik gambar yaaa..