kira2 begini nggak ya saya nanti? hihihi. gambar pinjem dari SINI |
"Tua itu pasti. Dewasa itu pilihan".
Sigh..kalau soal usia, kenapa sih simpul-simpul otak saya
selalu terkait pada kalimat itu. Kalimat yang jelas nggak orisinil ide saya.
Tapiiii…. Tapi tagline sebuah iklan rokok. Padahal, saya enggak suka
rokok, bahkan cenderung rada anti. Tapi belum sampai jadi aktivis anti rokok
sih :D. Kepala saya sangat sensitif pada asap rokok. Biasanya, nggak pake lama,
langsung pening begitu menjadi perokok pasif. Makanya, saya bĂȘte kalau ada orang merokok di tempat-tempat umum, lalu orang itu enggak sensitif ketika ada orang lain yang tampak terganggu tapi sungkan ngomong.
Eh lha, malah ngomongin rokok :D
Padahal, aslinya mau ngomongin ini :
Beberapa minggu lalu saya diundang seorang tetangga
merayakan usia ke-51. Sudah tua? Belum terlalu tua? Atau masih muda? Relatif yaaa…
Buat Ale, lelaki kecil saya yang Juni depan baru mau tiga tahun, tetangga saya
jelas sudah opung-opung (kakek/nenek dalam bahasa Batak). Tapi kalau si tetangga ini ketemu dengan orang
tertua sedunia (yang umurnya sudah lebih dari seabad), mungkin dia akan
mendapat perkataan bijak : “engkau masih muda, Nak”.
Kalau buat saya, umur 51 tahun sudah cukup tua, tapi belum
terlalu tua. Dulu bapak saya meninggal usia 55 tahun (ah di usia 55 tahun sudah
dipanggil Tuhan.. itu umur yang masih “muda” untuk meninggal). Mungkin kaitan
dengan usia bapak itu yang bikin saya merasa, “sampai usia 51 itu sudah harus
disyukuri”. Lha itu di jalan atau di pelukan narkoba, banyak anak-anak yang masih muda
sudah menyetor nyawa.
Ketika si opung meniup lilin ke-51-nya, saya turut
bersyukur. Berterima kasih diundang ke acaranya, berdoa agar si opung makin bertambah2 kebijaksanaannya,
juga berdoa agar saya juga bisa sampai ke usia itu.
Eh, seperti apa ya penampakan saya di usia 51? Andaikan ada
teman yang punya program komputer yang bisa memperkirakan perubahan wajah seiring
usia, mau deh saya dikado itu. Apa ya nama programnya? Saya pernah baca di
sebuah artikel online, tapi lupa :D.
Kalau di 32 yang tepat di hari saya menulis ini sih, saya
masih tampak seperti usia awal 20-an.
Wkwkwkw … (nada-nadanya pada mau lempar sandal nih :D). Eh, kenapa sih banyak
orang bangga sekali kalau tampak lebih muda? Bahkan sebagian orang mengerahkan
energi dan biaya untuk menahan laju ketuaan. Keinginan yang disambut produsen aneka barang dengan menjual
barang yang (katanya) bisa mengawetkan kemudaan.
Jadi inget komentar salah seorang teman ketika saya membuat
status facebook tentang ultah si opung. Saya lupa kalimat persisnya (kalau mau
sih bisa menelusuri time line saya, tapi itu makan waktu deh :D). Intinya, dia
nggak suka membayangkan menjadi tua. Karena masa itu berarti pesona kemudaannya
sudah memudar.
Saya bersyukur karena hari ini, saya tak risau meski umur
kembali melewati satu penanda. Sel-sel saya tak lagi sehebat usia belasan dan
awal 20-an (membayangkan naik gunung seperti dulu lagi..sepertinya itu salah
satu extreme-dream di masa sekarang). Eh ya, sudah ada lho uban di kepala saya.
Walau baru sehelai dua helai dan masih mudah tersembunyi oleh rerimbun rambut
yang hitam.
Seperti apa saya di atas usia 50? Seperti apakah waktu menggurat tanda-tanda pada tubuh saya yang fana? Pertanyaan lebih mendasar, apakah saya akan sampai pada
usia itu?
Saya tak tahu. Saya tak tahu. Tapi saya bersukacita menyambut masa-masa itu.
*Judul tulisan ini meminjam judul lagu karya Franky S
Sihombing. Salah satu lagu favorit saya yang videonya bisa dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=EDj2TvrCCHQ