Rabu, 28 November 2012

Dongeng Youtube

gambar pinjem dari SINI



Ada satu peristiwa yang jadi salah satu pendorongku untuk resign dan menjadi ibu rumah tangga. Ya maklum, waktu itu kerjaanku nggak nine to five, yang kalaupun ada kejadian pulang malam pasti bukan rutinitas. Kerja pencari dan penulis berita, berangkatnya sih tergantung ada liputan jam berapa. Bisa gasiiik, bisa juga menjelang siang. Pokoknya urusan berangkat fleksibel. Nggak macam pekerja yang mesti masukin kartu absensi ketika masuk jam kerja. Tapi pulangnya nih yang nggak kuku. Sudah pasti malam hari. Karena mesti nulis dan lebih disukai editor kalau  nunggu sampai berita selesai diedit. 

Apalagi waktu di desk olahraga. Pertandingan biasanya baru kelar menjelang petang, atau bahkan ada pertandingan malam. Jadi pulang malam-malam itu memang sudah keseharian. Memang kadang bisa juga sih selesai gasik. Tapi gara-gara biasa pulang malem, jadi malah aneh kalau jam delapan malam sudah di kost-an. Apalagi waktu itu masih lajang. Kalau kerjaan selesai gasik, pasti pilih kabur nongkrong atau nonton. Bandung gitu… nggak pernah kehabisan destinasi hang out.

Suatu waktu, posisi salah satu wakil redaksi dipegang oleh senior perempuan. Demi privasi kusebut saja Mbak E yang sebelumnya bertugas dan tinggal dengan keluarganya di Jakarta. Mbak E sudah punya tiga anak cewek yang cantik-cantik. Waktu itu yang bungsu belum SD.  Sehubungan dengan promosi jabatan di Bandung,  keluarga Mbak E jadi tinggal terpisah. Jakarta – Bandung, memang nggak terlalu jauh sih. Mungkin itu juga salah satu pertimbangan Mbak E bersedia ditugaskan di Bandung. Yang aku tahu, kalau sudah hari Jumat, Mbak E pasti cepat-cepat membereskan pekerjaannya supaya bisa segera balik Jakarta. Atau kalau anak-anak lagi libur sekolah, mereka yang ke Bandung mengunjungi sang bunda.

Suatu kali anak-anak berkunjung sekalian liburan ke Bandung. Alih-alih pulang duluan ke rumah tinggal (atau hotel?), mereka pilih menunggu sang bunda selesai kerja. Hari sudah malam dan si kecil sudah mengantuk. Di kantor sebenarnya ada kamar yang cukup bersih. Biasa digunakan para karyawan kalau menginap di kantor. Tapi  letak kamar berjarak dengan meja sang bunda. Nggak terlalu jauh memang..masih satu lantai. Tapi namanya anak-anak. Mungkin pengennya dekeeeet sang bunda. Jadilah si kecil pilih tiduran di kolong meja bunda dengan dialasi kasur lipat.

Eh, saat itu aku bahkan belum memutuskan akan menikah atau tidak. Tapi entahlah, melihat itu aku berpikir : kalau nanti punya anak, aku nggak pengin kayak gitu. Aku mau kalau sore sudah di rumah. Jadi bisa membantunya bikin PR atau mendongeng untuknya sebelum tidur. Secara dengan kerjaan saat itu, hal-hal seperti itu mungkin akan menjadi kesempatan yang langka. Atau kalaupun bisa mungkin dengan salah satu pengorbanan, kerja kurang optimal mungkin.

Padahal,  situasi seperti itu nggak tragis-tragis amat kan? Banyak ibu-anak yang terpisah jauh-dan-lama karena situasi dan kondisi. Ada teman lamaku yang sudah bertahun-tahun tak keruan kabarnya di Malaysia. Anak semata wayangnya diasuh si suami. Entah bagaimana kabar terakhirnya, mungkin si suami sudah menikah lagi –karena memang sudah diizinkan oleh keluarga si perempuan.

Tapi entah, melihat situasi yang nggak tragis saja, di otakku melintas pikiran demikian.  Aku mau kalau sore sudah di rumah. Jadi bisa membantunya bikin PR atau mendongeng untuknya sebelum tidur. Ini memang pilihan yaaaa… aku nggak pernah mengatakan bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan paling tepat-baik-dan-mulia bagi perempuan.
Aku menikah dan kepengin hamil (iyai, bahkan saat menikah pun, aku belum terobsesi hamil).  Hampir setahun menjalani long distance marriage membuatku memilih untuk resign. Tinggal bareng suami, Puji Tuhan tak lama kemudian aku hamil.

Ketika bocah laki-lakiku masih keciiiil bahkan ketika masih di perut, aku suka bercerita padanya. Cerita dongeng, maupun cerita remeh temeh keseharian. Katanya, itu mendekatkan hubungan ibu dan anak. Juga melatih komunikasi si anak. Waktu itu dia masih keciiil, responnya paling hanya ah-uh-ah-uh, walau mungkin otaknya seperti spon yang sedang menyerap air.

Kini manusia kecilku, Ale, sudah 2,5 tahun. Sudah suka nonton televisi atau DVD. Sudah bisa pilih mau nonton apa saat ini. Teletubies dan Cars sejauh ini masih jadi favoritnya.
Yang menggelitik perutku : kalau menjelang tidur, anakku lebih suka nonton youtube daripada dongeng ibunya. Beuuuuh, ironis sekali kan dengan latar belakang di atas?  Kalaupun mau membaca buku atau mendengar dongeng, pasti nanti harus ditutup dengan youtube. Memang gampang juga sih akses youtube. Bahkan Nokia E63-ku yang sudah tergolong HP-ula (usia lanjut) pun sudah bisa beryutubria. Saat-saat ini, "dongeng" wajib Ale sebelum tidur adalah video "liu-liu" >> istilah Ale untuk mobil dengan sirine, baik itu mobil patroli, ambulan, maupun pemadam kebakaran.

Mungkin aku yang kurang pandai mendongeng? Atau memang kemajuan zaman, anak-anak pun lebih suka “didongengi” oleh youtube. Jadi memang harus bersiasat, melihat yutub sambil nyerocos njelasin gambar sampai dia tertidur.

Berbahagialah ibu-ibu, baik ibu bekerja maupun ibu rumah tangga, yang dongengnya masih menjadi favorit anak-anak.

------------------------------------------------------------------------------
bunda lagi dilema keluarga dengan kerja?
kerja di rumah yuk
klik gambar yaaa..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar