Senin, 31 Desember 2012

Hidup dengan Target



gambar pinjam dari SINI


Salah satu alasan klasik untuk menolak bergabung di jaringan bisnis Oriflame adalah “takut/malas dengan target tutup poin”. Hiyaaaa… tadinya kerja enak-enak, business as usual aja dapat gaji kok tiba-tiba kudu penuhin target. Mana hasilnya belum pasti.. males banget lah yaaa…Hidup dengan target, jadi seperti terus bermain kejar-kejaran. Capek, tak ada istirahat.

Dulu, saya juga mikirnya begitu. Tutup poin alias tupo hanyalah trik perusahaan untuk menggenjot penjualan. Tupo juga kadang disalahartikan sebagai eksploitasi upline terhadap downline.  Seorang downline saya bilang : upline tupo, aku tupo, dia dapat bonus, aku dapat apa? Well, sampai sekarang saya masih percaya sih, kalau tupo adalah “trik perusahaan untuk menggenjot penjualan”. Bedanya, sekarang saya tak lagi menempatkan kata “HANYALAH” di depan kalimat tersebut. Bisa dicek hehehe.

Yai, tupo itu wajib nggak wajib kok. Wajib kalau ingin bonus cair. Wajib kalau merasa harus jadi “contoh” bagi jaringan. Tapi, nggak ada SANKSI sama sekali kalau nggak memenuhinya. Ingin mendapatkan hak, ya jalankan kewajiban dong. Fair kan?

Akan halnya sekarang, saya bisa merasakan dampak baiknya tupo. Kalau dalam bisnis Oriflame sih jelas, dengan tupo, bonus saya selalu cair, web replika saya selalu aktif, sering dapat reward-reward khusus di luar bonus (memang belum reward-reward yang “wah” sih..tapi besar atau kecil itu kan relatif).

Tapi manfaat baiknya saya rasakan di menulis. Pernah menjadi penulis warta, ternyata tak menjamin saya produktif sebagai penulis lepas.  Rentang 2009 (mulai resign) – 2012 menjadi bukti betapa saya nggak produktif. Saya bilang, saya terbelit writer’s block (dan ini beneran, saya pernah sampai merasa “lumpuh”..situasi yang membuat saya memutuskan untuk buka toko online yang kini off). Seorang teman saya bilang, saya nggak produktif karena saya nggak menentukan target menulis, terutama target waktu. Target menulis sangat penting bagi seorang freelancer.

Saya renungkan, itu pendapat yang JLEB! Tepat sasaran. Nah lho, ternyata, nggak cuma di bisnis marketing saja, target itu juga diperlukan di banyak pekerjaan/urusan hidup lainnya. Tanpa target, kita jadi mengawang-awang. Dalam bisnis, saya rasakan perbedaan antara tanpa target (ketika bikin toko online) dengan ada target (di Oriflame). Ternyata memang jadi terasa beda dalam menjalankannya.  Saat bekerja formal pun, sebetulnya selalu ada target. Cuma, kalau di kerja formal, dalam mencapai target kita terbantu oleh sistem : ada hari dan jam kerja yang jelas (dibilang nggak jelas itu kalau harus lembur gila-gilaan :P), ada gaji rutin, ada bonus rutin, ada bos yang bakalan marah kalo kita ga sesuai target, ada temen kerja yang empet kalau kita kerja asal-asalan dan pekerjaan kita secara langsung ngaruh ke dia, dan sebagainya.

Sementara, di kerja mandiri, tak ada sistem yang memaksa. Tak ada hari dan kerja yang ditetapkan (terserah elo, mau kerja apa nggak, itu kerjaan elo), tak ada gaji rutin maupun bonus rutin (tapi kalau kerjanya heboh, kenaikan gaji dan bonusnya juga “nggak rutin”, tapi juga hebooooh), nggak ada bos maupun temen yang marah kalau kita kerja asal-asalan atau bahkan nggak kerja. Semuanya tergantung pada kita sendiri dan justru inilah tantangannya. Tantangan yang ternyata butuh waktu cukup lama bagi saya untuk menyiasatinya.

Bekerja tanpa sistem yang memaksa, butuh tujuan jangka panjang (impian). Tanpa itu, kita seolah berjalan tanpa tujuan yang jelas. Target menolong kita mencapai tujuan tersebut. Ada target jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang. Target harian, mingguan, bulanan, tahunan.  Yak, selama ini, walau sudah dikasih tahu oleh berbagai sumber, tetap saja saya tak pernah tegas dan jelas menetapkan target-target saya, dan lalu konsisten mengusahakannya. Kalau hasilnya jadi nggak jelas, salah sendiri.

Wiw, sebenarnya ini bukan “pelajaran baru” kan. Ini jelas-jelas pelajaran dari masa yang sudah sangat lama. Bagi orang yang terbiasa disiplin, mungkin mudah menerapkannya. Tapi bagi saya yang terbiasa “mengalir” dan “berdamai kalau tak mencapai keinginan” (yang kadang sebenarnya adalah kamuflase dari daya kompetisi yang rendah), target adalah tantangan besar.

Saya bersyukur bergabung dengan Oriflame. Di sini, saya dipaksa banyak belajar tentang target dan bagaimana mencapainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar