Senin, 24 Desember 2012

Natal yang Sempurna



gambar pinjam dari SINI


Minggu (23/12) siang sehabis makan, aku "ketemu" film Snowglobe di Fox Family Movie. Nggak dari awal sih nontonnya, tapi dapeeeet pesan moralnya.

Inti ceritanya tentang seorang gadis penjaga toko kue bernama Rachel yang lagi eneg dengan kesehariannya. Ibu yang kurang memahami, saudara yang kompak, juga ada Eddie -cowok tetangga yang naksir tapi buat Rachel justru terasa nyebelin, etc… Itu terjadi di bulan Desember. Bulan di mana Rachel memimpikan sebuah Natal yang menyenangkan.

Aku enggak tahu, kapan dan di mana Rachel mendapatkan snowglobe, bola kristal beirisi miniatur “desa Natal” (karena seperti kutulis tadi, aku nggak dari awal nontonnya).  Ternyata itu bukan sembarang bola kristal. Bola itu ditaruh Rachel di meja kecil sebelah tempat tidurnya. Saat Rachel tidur, bola mungil  itu seolah membawanya masuk ke dalam.  Tiba-tiba Rachel berada dalam “desa Natal” itu. Desa kecil dengan salju yang lembut, pohon-pohon cemara yang manis, orang-orang yang ramah,  dan di setiap sudut terasa sekali aroma Natal. Inilah suasana Natal sempurna yang diimpikan Rachel.

Rachel merasakannya sebagai mimpi. Ketika terbangun, dia kecewa karena harus kembali ke kehidupannya yang tidak menyenangkan. Pada pengalaman pertama, Rachel benar-benar hanya menganggapnya sebagai mimpi. Namun, ketika Rachel kembali tidur, mimpi itu ternyata berlanjut. Di desa Natal, Rachel berteman dengan seorang pemuda bernama Douglas. Pemuda yang sempurna di mata Rachel. Douglas memberinya sebuah kado Natal berisi kaus tangan berwarna merah. Ketika Rachel bangun, kaus tangan itu benar-benar ada di tangannya!

Rachel terkejut. 

Sejak saat itu, Rachel sering “menghilang”, tak ada ketika dicari ibu-nya, terlambat kerja… Rachel sering tidur  agar bisa berkunjung ke desa Natal. Di desa tersebut, Rachel semakin dekat dengan Douglas dan membuat seorang gadis bernama Marry cemburu. Suatu saat, sehabis bermain ski bersama Douglas, Rachel melihat jam tangan dan dia terkejut karena sudah waktunya makan malam bersama keluarga. Rachel pun pamit kepada Douglas, menyuruhnya menunggu  karena dia akan bilang pada keluarganya untuk tidak makan malam bersama.

Namun, sesuatu membuat Rachel tidak bisa menghindar dari makan malam keluarga, dimana saat itu, Eddie juga datang. Tak disangka, Douglas muncul dari dalam kamar Rachel dan membuat  semua orang di rumah itu terkejut. Alih-alih menjelaskan keanehan yang terjadi, Rachel justru tak mau ambil pusing dan memilih mengajak Douglas berjalan-jalan di Kota New York. Keanehan pun terjadi karena ternyata Douglas benar-benar terlihat “berasal dari dunia lain”, dunia sesempit bola Kristal. Douglas takut pada eskalator, menyapa semua orang, kagum atau takut pada benda-benda keseharian yang baginya tampak asing. Namun, Rachel masih berusaha memahaminya sebagai “kekagetan” sementara.

Paginya, Rachel yang harus bekerja tidak berani meninggalkan Douglas di apartemen. Meski segan setengah mati, Rachel “menitipkan” Douglas pada Eddie. Rachel mulai kesal karena ternyata situasi tak seindah yang dia bayangkan.

Keributan terjadi ketika keluarga Rachel kembali berkumpul (juga ada Eddie di situ), seorang gadis tiba-tiba muncul dari kamar Rachel. Gadis itu Marry.. Dia marah pada Rachel yang dianggapnya telah merebut Douglas.

Seperti mendapat jawaban dari masalahnya, Rachel menjelaskan bahwa Douglas dan Marry berasal dari desa Natal dalam bola kristal. Keluarganya tak percaya. Untuk membuktikan, Rachel mengambil bola kristal untuk mengirim Douglas dan Marry kembali. Namun,  justru Rachel yang masuk ke dalam bola kristal sedangkan Douglas dan Marry tetap di dunia nyata. Celakanya lagi, ketika Rachel masuk, bola kristalnya jatuh dan tuas pemutarnya rusak. Rachel terperangkap di dalam.

Di dalam bola kristal, Rachel berusaha mencari jalan keluar namun tak bisa. Rachel marah-marah kepada semua orang yang dijumpainya. Termasuk kepada Joy, seorang perempuan paruh baya yang pintar masak kalkun panggang. Rachel menganggap bahwa kedamaian dan keceriaan Natal di desa itu adalah palsu.

Pesan moralnya di sini nih, ketika Rachel yang putus asa “ndeprok” di salju (mudah2an suatu saat aku juga bisa ndeprok di salju seperti itu :D). Joy menghampiri Rachel dan berkata bahwa mungkin Natal mereka tak sempurna. Natal di mana orang-orang hanya bertukar kado kaus tangan dan penutup telinga (Ya, hanya dua benda itu!). Tapi itulah Natal mereka. Natal yang mereka terima dengan sukacita.

Rachel pun teringat keluarganya. Natal keluarganya, Natal yang jauh dari situasi Natal impiannya. Ibu yang terasa mengekang, saudara yang ingin menang sendiri, ayah yang kurang memahami… Tapi itulah Natal-nya. Rachel tiba-tiba merindukan mereka.

Tiba-tiba ada seorang kurir datang (yang pasti bukan kurir Tiki atau JNE :P) membawa paket untuk Rachel.  Ternyata isinya sebuah bola kristal dengan miniature apartemen sederhana di dalamnya. Mirip situasi apartemen Rachel. Joy tersenyum, Rachel paham. Dia menutup mata dan sekejap sudah kembali berada di apartemennya. Singkat cerita, atas bantuan Eddie yang mereparasi bola Kristal, Douglas dan Marry bisa kembali ke dalam desa Natal.

Ending yang happy.

Penonton (aku) juga happy. Soalnya, jadi seperti diingetin, kadang merasa “acara Natal begitu-begitu saja” (tapi juga nggak kasih ide konsep natal yang berbeda). Atau juga merasa kecewa karena penginnya sih bisa ngumpul seluruh keluarga, terus makan malam bersama dengan obrolan yang hangat, lalu doa bersama.. Bagi sebagian orang, mungkin sudah jenuh dengan ritual semacam itu. Tapi aku belum pernah, dan aku membayangkannya sebagai natal yang sempurna.

Aku jadi merasa seperti Rachel yang kadang terjebak dalam kedangkalan, mendambakan Natal yang sempurna. Padahal, sebetulnya, kita sudah diberi “natal yang sempurna”. Terlebih, secara duniawi, peristiwa Natal sendiri sudah tak sempurna. Yesus lahir sebagai manusia (dan tak ada manusia yang sempurna kan?). Yesus lahir di kandang domba (kandaaaang, buka kamar), Yesus lahir ditemani orang-orang bersahaja (kecuali orang Majus), Yesus lahir membawa kegemparan (bayi-bayi dibunuh atas perintah Herodes).

Tak pernah ada Natal yang sempurna, kecuali kita memandangnya “sempurna”. Mudah-mudahan setiap kita bisa memiliki mata yang mampu melihat “kesempurnaan Natal.”

Selamat Natal untuk semua pembaca yang merayakannya. Tuhan Yesus memberkati!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar