Lsd (Right) & Bj (Left) on Dec 6th 2008 |
Haiii… ini tulisan pertamaku di blog ini. Blog yang aku
ingin lebih personal daripada blogku yang ini www.lisdhakerjadirumah.com
Kenalin dulu namanya : beingwife1@blogspot.com. Sebelum lanjuttt, ternyata ada “pertengkaran
seruuu” :
Aku (A): Bikin blog
lagiii???!!
Alter Egoku (AE):
Iya, emang kenapa?
A : Bikin blog mulu tapi nggak pernah serius, nggak pernah
taat komitmen untuk rajin update
AE : Iiiya sih..tapi justru bikin blog baru supaya dapat
semangat baru, bikin komitmen baru.
A : Halah..lagu lama tuh.. ingettt ga blogmu di multiply, di blogspot, trus blog
onlen shop di blogspot, trus blog bisnis yg pakai domain premium segala.. Pada
kemana aja tuh?
AE : Nggak pada kemana-mana, masih ada di tempat
masing-masing.
A : Nah tu..di tempat masing-masing. Artinya ga ada
progress..
AE : Makanya ini coba lagi.. Kenapa sih nggak kasih
kesempatan lagi? Kali ini, kalau ga sungguhan ya sudah, emang mau sudahan aja
coba2 ngeblognya.
A : Beneran? Deal ya… jangan main2 lagi!
Weew, galak bener si Ego. Tapi perlu juga galak. Emang salah
satu kelemahanku tuh sering nggak bisa
galak/tegas sama diri sendiri. Makanya, banyak hal sering terbengkalai. Apalagi
didukung kebiasaan obor-obor blarak alias semangat di awalnya doang. Semangat
cepet berkobar, tapi cepet pula matinya :D
Tapi kali ini mudah2an aku bisa taat komitmen.
Jadi niat
lagi bikin blog gara-gara dapat order untuk milah-milah tulisan www.tanagekeo.wordpress.com. Aku
sudah sering sih baca blog orang, tapi entah mengapa, aku merasa mendapat
jawaban stagnasi blogku setelah menyusuri blog itu dari tulisan awal sampai
akhir. Soal ini ntar aku bikin tulisan sendiri aja deh J
Sejauh ini belum berpikir untuk menggantinya dengan domain
berbayar maupun domain gratisan (baru juga mulaiii). Maunya sih beingwife aja, tanpa angka 1. Tapi
ketika membuat email baru (di gmail), rupanya sudah ada yang memakai akun
beingwife (waw..entah siapa dia, mungkin dia juga punya suatu hal yang istimewa
dengan frasa “beingwife”). Jadilah aku memakai beingwife1@gmail.com.
Semula mau pakai angka 296, yakni angka tanggal dan bulan
kelahiran Ale. Tapi tiba-tiba kepikiran angka satu, angka yang simpel tapi bisa
kuartikan banyak. Yakni bahwa aku ingin sekali saja “beingwife”, dalam artian
aku berdoa memohon agar pernikahanku dengan BJ boleh berlangsung sampai maut memisahkan,
sampai tua, dalam keadaan sehat dan rukun. Doa itu juga memuat permohonan bahwa
aku akan menjadi istri satu-satunya. Nggak akan ada istri kedua dan seterusnya
hihihi. Pro monogamiii booo.. Aku
enggak akan memaki-maki yang pro-poligami kok. Toh dimaki-maki sebagian orang di jagat ini,
mereka juga akan tetap go on dengan
mengajukan sekian alasan tentang keabsahan poligami. Bagi yang memilih jalan itu, mudah-mudahn bisa
poligami dengan adil dan tidak menyakiti pasangan :).
Oh ya, angka 1 juga berarti motivasi untuk selalu melakukan
yang terbaik. Kali ini kompetitornya bukan “istri-istri yang lain” atau
“istri-istri tetangga”. Kompetitornya bahkan juga hanya 1, yakni egoku. Katakanlah, alter egoku ingin jadi istri yang
baik, jadi ibu yang asyik. Sementara egoku masih sering keluar menunjukkan
taring. Jadi angka 1 ini adalah head to
head game. Karena di sini, menjadi nomer dua berarti menjadi pecundang. Ya
eyaaalaaah, pesertanya cuma dua!
Eh ya, sebelum nomer-nomeran itu, pilihan beingwife juga
punya cerita sendiri. Ini memang pilihan frasa yang tampak sangat perempuan.
Cita-cita yang sangat feminin. Dan pada kenyataannya, itu bukan cita-cita
terbesarku. Bukan impian masa kecilku.
Beingwife, menjadi istri.
Memang seperti kontradiksi karena aku beberapa kali punya pacar tapi terbuka pada ide tidak menikah. Sebagian orang menilai aku pro pada kehidupan bebas. Padahal tidak demikian. Walau aku tidak berniat menjadi biarawati, tapi aku melihat Bunda
Theresa sebagai model. Bagaimana perempuan yang tidak menikah tidak terlihat
menyedihkan bahkan punya impact besar..
Aku bahkan pernah berpikir bahwa
pernikahan adalah penindasan halus bagi perempuan. Pernikahan akan membuat perempuan sebagai
warna nomer dua. Sebab menurut agamaku, juga agama-agama yang aku tahu, ketika
suami masih hidup maka kepala keluarga adalah laki-laki. Ketika suami masih
eksis dan istri memegang tampuk pimpinan keluarga, maka itu akan tampak sebagai
keluarga disfungsional, keluarga abnormal. Dan perlu mental kuat untuk menjadi
abnormal karena masyarakat selalu menghendaki yang normal-normal.
Apalagi jika pernikahan dikaruniai anak-(anak). Maka
perempuan akan semakin tidak merdeka. Di negara-negara timur (termasuk
Indonesia), peran perawatan anak (keluarga) lebih banyak berada di pundak perempuan.
Sebab itu, ketika memilih bekerja dan juga menjadi ibu, perempuan menanggung
bebab ganda yang kadang berat. Dan kalau harus memilih, maka perempuan lebih
dianjurkan untuk “menjadi ibu”.
Yiaaa. Itu semua pikiran waktu ituuuu yaaa.. waktu masih
heboh-hebohnya, masih sok-soknya.
Sebab itu, beingwife adalah salah satu turning point dalam
hidupku. Aku meyakini Tuhan punya
rencana indah sehingga IA membalik-balikkan pikiranku dan mengarahkanku menjadi seorang istri.
Sebab aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29 : 11)
******************************
Pengin kerjaan dengan modal, waktu, dan tempat yang FLEKSIBEL?
JOIN Oriflame - d'BC Network aja. More info KLIK INI!!!
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus