Selasa, 12 Maret 2013

Apa yang Kau Cari, Richard?

gambar pinjem dari SINI





Saya heran dengan kalimat yang saya gunakan untuk judul tulisan ini.  Heran karena kalimat itu adalah judul sebuah artikel yang saya baca duluuuuu banget. Dulu ketika masih SD, ketika minat baca sudah mulai bertunas tapi minim bacaan anak-anak. Jadilah saya baca majalah yang bukan untuk anak-anak. Lupa apa nama majalahnya. Mungkin kalau sekarang sebangsa Femina atau Cosmo gitu kalik.. 


Isi artikelnya tentang Richard Burton (saat itu belum meninggal) yang selepas dari Elizabeth Taylor tak juga menghentikan petualangan cintanya. (Buseeet yak…saya yang kala itu masih imut-imut udah baca soal petualangan cinta ala Richard Burton. Itulah salah satu sebab keinginan saya punya taman bacaan untuk anak-anak)


Tapi tulisan ini nggak akan bahas soal Richard atau Liz Taylor yak..  Saya pakai kalimat ini karena SUKAAA...suka maknanya. Apa yang kau cari? Iyaii, ini pertanyaan yang simpel ketika kasusnya semacam : HP-keselip-entah-di-mana-lalu-kita-kelabakan-mencarinya. 



“Apa yang kau cari?”

“HP”… itu sudah jawabnya. 100 persen tepat.


Tapi ternyata pertanyaan ini jadi nggak simpel ketika saya nyebur di Oriflame. (Haiyaaah…Oriplem lagiiiih –kayaknya ada yang bakalan respon gitu deh keukeu). Tapi ya memang begitulah…  Melihat perjuangan orang-orang di bisnis ini. Prospek sana-sini, pasang iklan, nyebar flyer, cuap-cuap sana-sini. 

Apa sih yang dicari?


Level? Bonus? Reward?


Kayak nggak ada puasnya gituuu..  Bulan ini bonus sudah enam digit, eh masih ngejar tujuh  digit. Sudah dapat CRV, eh masih ngejar BWM. Ihiiirr… jujur saja, dulu tuh saya juga sempat nggak nyaman, sempet merasa “ih-ngapain-yah-ikut-golongan-orang-orang-super-matre” (kalau saya kan matre doang,  ga pake super heuheu).  


Sekalipun sudah join, dan secara administratif tercatat sebagai “bagian dari barisan itu”,  saya masih berprasangka begitu looh…  Tapi ya jalani aja, toh emang butuh.  Butuh dapet gaji sejumlah saya resign dulu. Itu aja lho sebenernya target saya… Nggak terlalu jauh ke target yang heboh-heboh itu.


Tapi lagi-lagi, ketemu deh sama kalimat klasik : di dunia ini, apa sih yang nggak berubah selain perubahan itu sendiri?


Berproses di bisnis ini mengubah banyak persepsi.  


Proses itu wajib.  Hasil itu EFEK otomatis.

Ukuran emas adalah karat. Ukuran manusia adalah manfaat


Mungkin orang akan bilang, itulah hasil brainwash. Ahaaaa, iyaaa emaaang. Tapi saya bersyukur otak saya dicuci. Artinya dibersihkan dari noda-noda yang dulu ada. Saya bersyukur berada di jaringan yang selalu mengedepankan “asas manfaat”. Mengejar bonus, mengejar level, mengejar reward, memang tak salah. Tapi ketika semata-mata hanya mengejar itu, prosesnya akan terasa kering. Berbeda halnya ketika orientasi bergeser pada “mengejar manfaat”. Prosesnya terasa lebih mengayakan.


Saya jadi bisa ngerti, mengapa ada orang-orang yang terus memanjat meski dia sudah berada di anak tangga yang tinggi. Karena dengan memperoleh hasil yang lebih, mereka bisa memberi lebih untuk orang-orang yang mereka sayangi. Karena dengan terus memanjat, mereka membawa serta orang-orang di bawahnya untuk ikut naik. Untuk merasakan pengalaman yang sama…kegembiraan yang sama.

Capek ..pasti. Lelah...jelas. Sering juga jadi bete ketika ada masalah-masalah menghadang. Tapi ketika kita tahu pasti, apa yang kita cari, kelelahan itu bisa lebih dihadapi.


Iya sih, semua memang kembali pada niat hati. Daaaan, dalamnya hati, manusia mana yang bisa mengetahui? Bahkan, niat hati yang sudah lurus pun bisa tergoda jadi membelok. Tapi itulah prosesssss…   Setidaknya, sekarang saya punya prasangka yang lebih positif. Prasangka yang lebih mendamaikan daripada curiga atau dengki. 


Jika sekarang ditanya, apa yang kau cari di bisnis ini, LSD?
Rasanya, sekarang saya sudah tahu jawabnya :)

Maaauuuu? Join FB-ku yuk : forlisdha@yahoo.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar