Senin, 18 Februari 2013

Sampai Memutih Rambutku*


kira2 begini nggak ya saya nanti? hihihi. gambar pinjem dari SINI



"Tua itu pasti. Dewasa itu pilihan". 


Sigh..kalau soal usia, kenapa sih simpul-simpul otak saya selalu terkait pada kalimat itu. Kalimat yang jelas nggak orisinil ide saya. Tapiiii…. Tapi tagline sebuah iklan rokok. Padahal, saya enggak suka rokok, bahkan cenderung rada anti. Tapi belum sampai jadi aktivis anti rokok sih :D. Kepala saya sangat sensitif pada asap rokok. Biasanya, nggak pake lama, langsung pening begitu menjadi perokok pasif. Makanya, saya bĂȘte kalau ada orang merokok di tempat-tempat umum, lalu orang itu  enggak sensitif ketika ada orang lain yang tampak terganggu tapi sungkan ngomong.

Eh lha, malah ngomongin rokok :D

Padahal, aslinya mau ngomongin ini :

Beberapa minggu lalu saya diundang seorang tetangga merayakan usia ke-51. Sudah tua? Belum terlalu tua? Atau masih muda? Relatif yaaa… Buat Ale, lelaki kecil saya yang Juni depan baru mau tiga tahun, tetangga saya jelas sudah opung-opung (kakek/nenek dalam bahasa Batak). Tapi  kalau si tetangga ini ketemu dengan orang tertua sedunia (yang umurnya sudah lebih dari seabad), mungkin dia akan mendapat perkataan bijak : “engkau masih muda, Nak”.

Kalau buat saya, umur 51 tahun sudah cukup tua, tapi belum terlalu tua. Dulu bapak saya meninggal usia 55 tahun (ah di usia 55 tahun sudah dipanggil Tuhan.. itu umur yang masih “muda” untuk meninggal). Mungkin kaitan dengan usia bapak itu yang bikin saya merasa, “sampai usia 51 itu sudah harus disyukuri”. Lha itu di jalan atau di pelukan narkoba, banyak anak-anak yang masih muda  sudah menyetor nyawa.

Ketika si opung meniup lilin ke-51-nya, saya turut bersyukur. Berterima kasih diundang ke acaranya, berdoa agar  si opung makin bertambah2 kebijaksanaannya, juga berdoa agar saya juga bisa sampai ke usia itu.

Eh, seperti apa ya penampakan saya di usia 51? Andaikan ada teman yang punya program komputer yang bisa memperkirakan perubahan wajah seiring usia, mau deh saya dikado itu. Apa ya nama programnya? Saya pernah baca di sebuah artikel online, tapi lupa :D.

Kalau di 32 yang tepat di hari saya menulis ini sih, saya masih tampak seperti usia awal 20-an.  Wkwkwkw … (nada-nadanya pada mau lempar sandal nih :D). Eh, kenapa sih banyak orang bangga sekali kalau tampak lebih muda? Bahkan sebagian orang mengerahkan energi dan biaya untuk menahan laju ketuaan. Keinginan yang  disambut produsen aneka barang dengan menjual barang yang (katanya) bisa mengawetkan kemudaan.

Jadi inget komentar salah seorang teman ketika saya membuat status facebook tentang ultah si opung. Saya lupa kalimat persisnya (kalau mau sih bisa menelusuri time line saya, tapi itu makan waktu deh :D). Intinya, dia nggak suka membayangkan menjadi tua. Karena masa itu berarti pesona kemudaannya sudah memudar.

Saya bersyukur karena hari ini, saya tak risau meski umur kembali melewati satu penanda. Sel-sel saya tak lagi sehebat usia belasan dan awal 20-an (membayangkan naik gunung seperti dulu lagi..sepertinya itu salah satu extreme-dream di masa sekarang). Eh ya, sudah ada lho uban di kepala saya. Walau baru sehelai dua helai dan masih mudah tersembunyi oleh rerimbun rambut yang hitam.

Seperti apa saya di atas usia 50? Seperti apakah waktu menggurat tanda-tanda pada tubuh saya yang fana? Pertanyaan lebih mendasar, apakah saya akan sampai pada usia itu? 

Saya tak tahu. Saya tak tahu. Tapi saya bersukacita menyambut masa-masa itu.

*Judul tulisan ini meminjam judul lagu karya Franky S Sihombing. Salah satu lagu favorit saya yang videonya bisa dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=EDj2TvrCCHQ





Kamis, 14 Februari 2013

Botot Itu, Kepelitan Itu..




gambar pinjam dari SINI

Yak, selayaknya tumpukan kertas dan aneka barang yang tak terpakai itu disebut sampah. Barang-barang yang menumpuk setelah saya dan suami membereskan “gudang” belakang. Gudang dengan tanda kutip karena hanyalah ruangan terbuka di sebelah kamar mandi yang kami pakai untuk menaruh berbagai perkakas, juga dus-dus berisi aneka kertas/buku/majalah. Karena letaknya di belakang, tempat ini tak pernah bebas dari tikus. Sudah kami coba aneka cara, tikus tetap ada. Tapi masih bersyukur, karena tikus hanya beroperasi di bagian belakang. Mereka tidak memperluas area operasi  ke dalam rumah.

Sampah itu, cukup lama menumpuk. Nggak seberapa banyak sih. Tapi waktu itu saya berpikir, kayaknya bisa juga nih dijual ke tukang botot (istilah lokal untuk menyebut barang-barang bekas tak terpakai). Ada kertas-kertas, majalah, koran, patahan gagang pintu besi, tripod kamera yang rusak, box plastik tempat kompor gas mini dan lain-lain. 

Lumayan, kalau laku 10-20 ribu, bisa untuk tambah belanja atau jajan Ale (alasan khas emak-emak). Toh, setiap hari, selalu ada tukang botot yang lewat depan rumah. Nggak cuma satu. Sehari bisa tiga sampai empat tukang botot lewat mengendarai sepeda motor mereka. Tapi entah mengapa, tiap kali ada tukang botot lewat, saya nggak juga  beraksi mengeluarkan tumpukan barang itu.

Sampai kemudian terpikir, kenapa sih enggak dikasih aja ke B (inisial nama). B adalah seorang tetangga kami. Seorang pemuda lajang, mungkin hanya beberapa tahun lebih muda dari saya.  Kata mamaknya yang seorang janda, B menderita suatu penyakit. Entah penyakit apa, yang jelas B tidak tampak senormal pemuda-pemuda seusianya. Mungkin gangguan psikis tingkat menengah yang membuat B harus rutin berobat ke sebuah rumah sakit jiwa di Medan. Suatu hari, emaknya pernah bilang ke saya, kalau bisa meminta dia lebih suka B meninggal lebih dulu daripada dia. Alasannya, “kalau aku mati lebih dulu, siapa yang mau merawat B?”. Deeeg, bagaimana kalian menilai alasan ini? *saat itu, saya trenyuh bener mendengar perkataan si emak. Antara, “hah kok begitu sih Pung”..(saya memanggilnya dengan sebutan opung) dengan “inikah kasih seorang ibu?

B suka minta rokok pada suami saya yang sampai saat ini belum bisa berhenti merokok :D. Tapi B tidak menakutkan. Dia sopan dan bersih. Dia suka menyapa lebih dulu. Dia juga mau berusaha bekerja. Pernah dia berjualan rokok dan aqua di persimpangan. Namun, belakangan sepertinya enggak lagi. Yang masih sering saya lihat, dia masih suka mencari botot untuk dikumpulkan kemudian dijual.

Kenapa sih, bototnya nggak dikasih B saja? Buat dia pasti sangat berharga.
Enggak ah. Sayang, 10-20 ribu lumayan. Bisa buat jajan Ale (alasan khas emak-emak).
Idiiih, 10 ribu emang bernilai. Tapi kamu nggak akan kekurangan dengan memberikan  botot itu pada B.
Ah enggak ah… mau kujual sendiri.

Hidiiih, heran deh, urusan botot aja bisa bikin saya perang batin :D. Dan saya sebel sama ego saya yang berusaha mempertahankan botot itu. Kenapa sih, ribet amat hanya untuk memberi botot yang kalau dijual saya taksir nilainya saya sebut di atas? Peliiit liit liiit. Padahal, kalau misal langsung kasih uang Rp 10 ribu rasanya justru nggak akan seperti ini… heran deeeh.

Tapi akhirnya debat itu dimenangkan oleh alter ego saya. Yuhuuuuu…horeee menaaang. Jadi, oke, saya memutuskan untuk memberikan botot itu ke B. Tapi hari demi hari, tiap si B lewat, saya kok ya enggak tergerak untuk memanggilnya. Hingga pagi kemarin, dia lewat dan dari teras saya memanggilnya, “Hai B, ambil botot di belakang yaaa…”

Ahhhh… pagi itu, rasanya ada beban yang terlepas.

Sabtu, 09 Februari 2013

Tersangkanya adalah.... MATA



Sudah seminggu belakangan, saya sering sakit kepala. Nyaris setiap hari sakit kepala, plus tegang di bagian tengkuk, bahkan kadang sampai pundak. Pernah dengar, entah bener enggaknya, tegang di tengkuk dan pundak adalah salah satu gejala kolesterol tinggi. Hwedeeeh, masa sih, kolesterol tinggi, secara saya buka penggemar makanan yang berlemak-lemak. Bahkan, saya merasa kekurangan nafsu makan.. nah lho..

Anehnya, sakit kepalanya biasa muncul menjelang sore hari. Berhubung sebelumnya saya hanya sekali-sekali sakit kepala, sakit yang hampir tiap hari begini rasanya sungguh tak nyaman. Mau ngerjain hal-hal yang nggak harus pakai mikir (misal nyuci piring atau nyapu lantai) saja nggak enak. Apalagi ngerjain urusan yang kudu pakai mikir (misal cek kerjaan oriflame atau nulis cerita). Juga gampang emosi. Padahal, namanya punya anak batita, kadang si kecil mau ini itu nggak paham kondisi bundanya yang lagi pening.

Selama sakit kepala rutin ini saya hanya mengonsumsi paracetamol 500 mg 1 butir, yakni ketika sakit kepala rasanya tak tertahankan. (Duuh, kalau sakit begini saja sudah sambat (ngeluh) nggak karu-karuan, gimana mereka yang sedang berjuang dengan sakit kanker, lupus, AIDS, TBC –dan penyakit2 berat lainnya--, kiranya Tuhan memberi mereka kekuatan).  Itu saja obat yang saya telan, selebihnya saya pilih tidur. Bersyukur, karena nggak tidur siang, si Ale juga jadi cepet tidur malam. Jam 8 malam bisa sudah pules dan emaknya ikutan tidur.

Memang, bangun pagi kepala sudah ringan. Tapi, jadi buanyaak kerjaan yang tertunda. Sebab, biasanya saya pakai waktu malam hari setelah Ale tidur untuk buka laptop. Entah itu cek email, bales email, sharing artikel/motivasi untuk downline2, cek AR, ikutan training online dll). Gara-gara mumet, semuanya jadi kepending. (Dooo, maaaf yaa acucitkuuuh).

Semula saya kira, sakit kepala dan tegang tengkuk itu karena hormon pre-mestruasi. Tapi ternyata, setelah mens-nya lewat, sakit kepalanya tetap. Jadi, mulai deh saya curiga sama tekanan darah dan komposisi darah (apalagi pasca-mens). Saya memang punya riwayat tekanan darah rendah dan kurang darah. Riwayat tekanan darahnya emang nggak rendah-rendah amat sih, tapi pernah sampai 100/80. Terus, dari HB darah normal 12-14, saya pernah 10. Saya tahu itu saat hendak donor darah dan gara-gara HB rendah saya ditolak. Mungkin itu sekitar tiga atau empat tahun lalu. Sejak saat itu, saya yang semula sempat rutin donor jadi nggak pernah lagi berbagi darah.

Tapi saya nggak mau menerka-nerka lalu langsung minum obat. Nggak mau pula membiarkan sakit kepala ini berlarut-larut karena memang terasa sangat mengganggu. Jadi, kemarin sore saya putuskan ke dokter. Tekanan darah 110/80 (not so bad). Sayangnya nggak ada alat cek HB darah. Tapi dari pemeriksaan fisiologis (kulit dan mata nggak pucat, tangan kaki nggak dingin), dokter bilang kemungkinan Hb saya normal. Ataupun kalau kurang, nggak terlalu jauh dari batas normal.

Pas mau lihat mata saya, saya kudu lepas kacamata dong. Dan dari situlah dokter bertanya-tanya tentang lensa saya. Yeaiii, lensa kacamata memang tak ada masa kadaluwarsa. Tapi siapa tahu minus saya sudah bertambah dan perlu ganti lensa. Karena mata yang bekerja terlalu keras, bisa bikin pusing juga loh. Saya ingat-ingat, sejak pertama kali pakai kacamata, sekitar lima tahun lalu, saya belum pernah ganti lensa. Kalau frame sih sudah beberapa kali ganti. Lima tahun? Gubrak, dokternya rada kaget hehehe. Lha tapi sejauh ini saya masih merasa nyaman-nyaman saja dengan lensa ini. Kalau buat melihat masih jelas-jelas saja. Makanya, sejak mulai pusing, saya nggak kepikiran soal kacamata.

Jadi sore itu saya nggak dikasih macam-macam obat sama dokter. Hanya dikasih vitamin dan obat pereda rasa nyeri. Saran : segera cek mata. Kalau dari pemeriksaan mata menunjukkan bukan itu penyebabnya, baru nanti telusuri kemungkinan lain.

Jadi, sejauh ini, mata jadi tersangka. Untuk mengetahui bener enggaknya, ya kudu tunggu periksa. Dan itu akan saya segerakan. Sakit kepala itu nggak enak… ngapain nunggu lama-lama untuk tahu sebabnya.

Rabu, 06 Februari 2013

Bisnis Gandengan Tangan

gambar pinjam dari SINI


Sebelum join Oriflame, saya sudah lebih dulu buka toko online. Jualan cloth diaper (clodi). Itu lho popok kain yang bisa nyerap beberapa kali ompol kayak "pampers" (ini merk sudah generik banget ya untuk nyebut disposable diaper). Modal Rp 5 jutaan dari uang Jamsostek.. baru dapat sedikit barang, padahal yang saya jual hanya merk lokal (eh ada satu merk impor tapi itu pun harganya setara dengan yang lokal). Maklum, satu biji clodi harganya sudah puluhan ribu.

Itu usaha pertama saya. Jadi, bisa dibilang, itu sekolah kelas TK-nya. Ya gitu deh, semua masih serba eksperimental. Serba nggak tahu. Nggak seperti orang-orang yang benar-benar mempersiapkan pembukaan toko online-nya dengan perfect, saya mah learning by doing. Nggak ada ikut kursus buka toko online segala.. modal ilmunya dari googling sajah heuheu. Selanjutnya modal nekat.

Tapi ternyata saya belum cukup kuat untuk menjadi seorang single fighter. Kalau order sepi, melowyelow, nggak ada yang support. Kudu kerja keras akan tetap figth. Sebaliknya, kalau lagi (rada) rame, bingung juga. Sendirian ngurus closing order, check transfer, packing barang. Saat itu, Ale masih belum bisa jalan. Kalau toko onlen lain bisa kejar waktu kirim (misal order dan transfer di bawah jam 11 siang, paket di kirim hari itu juga), maka saya nggak bisa begitu. Packing biasanya saya kerjakan malam. Ketika Ale sudah tidur. Jadi baru bisa dikirim esoknya.   

Makin hari, makin banyak juga merk-merk clodi. Duuh, butuh modal makin banyak untuk banyakin koleksi toko. Nggak sanggup di poin ini. Sempat mencoba sistem dropship yang nggak perlu stock barang. Tapi ternyata ada kendala sehingga tak saya teruskan.

Sebagai pemula, situasi itu terasa nggak mudah. Dan yang terasa jelas adalah kurangnya support. Memang ada teman-teman sesama bakul yang mau share. Tapi ya sekedar sharing,bukan support yang full.

Rasanya faktor ini yang bikin saya kemudian memutuskan untuk fokus di Oriflame. Pertama, memang belum pandai membagi waktu dan konsentrasi untuk dua pekerjaan. Kedua, soal mental. Ih, saya belum cukup ilmu maupun mental untuk mengembangkan bisnis sendirian.

Ada sedikit kecewa ketika akhirnya toko saya putuskan berhenti. Tapi, kekecewaan itu tak lama.  Terlebih saat itu dari Oriflame mulai memahami Sukses sebagai SUKa proSES. Jadi, saya anggap, kebelumberhasilan mengelola toko online adalah bagian dari proses. Setidaknya kalau suatu saat buka toko online, saya sudah lebih siap, nggak serba eksperimental di semua hal.

Dan semakin hari, saya semakin fall in love pada bisnis Oriflame. Bisnis yang awalnya saya anggap "enggak-gue-banget", ternyata kini bisa saya jalani dengan sukacita. Bukan berarti di sini nggak ada tantangan. Di sini bahkan juga banyak tantangan. Tapi karena meski ini "usaha pribadi", tapi tidak saya jalani sendirian.

Ada upline amanah yang merupakan mentor
Ada downline yang menjadi teman bergandengan
Ada crossline yang tak pelit berbagi ilmu
Ada perusahaan yang selalu memberikan support

Buat yang ingin punya usaha mandiri, tapi belum yakin dengan kemampuan sendiri, tepat banget deh join di sini. Bisnis di mana bisa kamu nggak bakalan sendirian asal mau gandengan tangan.

___________________

Lisdha
HP 087892030743 / 081370435535 (whatsapp)
PIN BB 27612EB7
email : forlisdha@gmail.com
FB : forlisdha@yahoo.com
twitter : @being_wife
www.onlineproduktif.tk





Senin, 04 Februari 2013

Promo Februari 2013






Asik banget deh promo Oriflame bulan ini :

Belanja 350 ribu (harga member) langsung dapat GRATIS maksimum 2 produk senilai Rp.129.000 (harga katalog)
 
Belanja 300 ribu (harga member) langsung dapat GRATIS maksimum 2 produk senilai Rp.50.000 (harga katalog)
Buat yang pengin belanja banyak atau jadi member, kesempatan bagus niiih :)
Untuk info membership, kontak saya :
Lisdha
HP 081370435535 / 087892030743
PIN BB : 27612EB7
Email : forlisdha@gmail.com
atau KLIK INI : www.tambahpenghasilan.tk